Rabu, 25 September 2013

Faishol Nur
September 2013

Sistem Pembelajaran adalah Suatu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan untuk mencapai suatu hasil kegiatan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam pendekatan sistem, pembelajaran merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, karena satu sama lain saling mendukung. Komponen-komponen tersebut dapat menunjang kualitas pembelajaran. Menurut Oemar Hamalik (2001: 77) pembelajaran sebagai suatu sistem artinya suatu keseluruhan dari komponen-komponen yang berinteraksi dan berinterelasi antara satu sama lain dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pembelajaran sebagai suatu sistem yang komponen-komponennya terdiri dari: (1) Siswa, (2) Guru, (3) Tujuan, (4) Materi, (5) Metode, (6) Sarana/Alat, (7) Evaluasi, dan (8) Lingkungan/konteks. Masing-masing komponen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri, namun dalam berproses di kesatuan sistem mereka saling bergantung dan bersama-sama untuk mencapai tujuan. (Soetopo, 2005: 143).
Kedelapan komponen tersebut rupanya tidak ada satupun komponen yang dapat dipisahkan satu sama lain karena dapat mengakibatkan tersendatnya proses belajar-mengajar. Misalnya pengajaran tidak dapat dilakukan di ruang yang tidak jelas, tanpa siswa, tanpa tujuan, tanpa bahan ajar.
Masing-masing komponen dalam pembelajaran dapat dijelaskan sebagai berikut.
Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai komponen proses belajar mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek pendidikan bergeser sebagai subjek pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan pendidikan. tiada pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya sebagai siswa.
Siswa adalah individu yang unik, mereka merupakan kesatuan psiko-fisis yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial. Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru. (Sardiman, 2001: 109)

Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh karena itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional. Walaupun guru sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan pribadi dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut dengan kompetensi guru. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup kemampuan menguasai siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran, menguasi materi, menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan belajar. (Soetopo, 2005: 144).
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mangajar. Menurut Usman (1990:7) ada empat peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (1) sebagai demonstrator, lecturer (pengajar), (2) sebagai pengelola kelas, (3) sebagai mediator dan fasilitator, dan (4) sebagai motivator.

Aspek yang mempengaruhi kualitas pembelajaran Guru Menurut Dunkin (1974) :
}  Teacher Formative Experience : meliputi jenis kelamin dan latar belakang sosial budaya.
}  Teacher Training Experience : meliputi pengalaman yang behubungan dg aktivitas dan latar belakang pendidikan Guru.
}  Teacher Properties : segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat/sikap yang dimiliki Guru.

Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum pembelajaran sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
Tujuan belajar adalah sejumah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa (Hamalik, 2003: 73).
Lebih lanjut menurut Oemar Hamalik (2003: 73) bahwasannya komponen tujuan pembelajaran, meliputi: (1) tingkah laku, (2) kondisi-kondisi tes, (3) standar (ukuran) perilaku.
  
Materi
Materi pembelajaran dalam arti yang luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap aktivitas belajar-mengajar harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di kebun menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.

Metode
Metode mengajar merupakan cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.

Sarana/Alat/Media
Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang sesungguhnya, imitasi, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaian dengan tujuan, anak, materi, dan metode pembelajaran.
Oleh karena itu diperlukan tenaga pengajar yang memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai (Asnawir, 2002: 17) diperlukan tenaga pengajar yang handal dan mempunyai kemampuan (capability) yang tinggi.

Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun graduasi kemampuan anak didik, sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan secara komprehensif, obyektif, kooperatif, dan efektif. Dan evaluasi dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.
Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Sebagai contoh, jika semua siswa sudah menguasai kompetensi dasar, maka pelajaran dapat dilanjutkan dengan catatan guru memberikan perbaikan (remidial) kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan. Dengan adanya evaluasi, maka dapat diketahui kompetensi dasar, materi, atau individu yang belum mencapai ketuntasan. (Madjid, 2005: 224)

Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung. Semua komponen pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa, sehingga belajar anak dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula.
Mengelola lingkungan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas bukan merupakan tugas yang ringan. Oleh karenanya guru harus banyak belajar. Doyle (1986) berpendapat bahwa hal-hal yang menyebabkan pengelolaan kelas mempunyai beberapa dimensi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Emersen, Everston dan Anderson (1980), peristiwa yang terjadi pada waktu awal-awal sekolah banyak berpengaruh terhadap pengelolaan kelas pada tingkat-tingkat berikutnya.
Borden (2001: 71) menyarankan agar setiap anak mempunyai ruang gerak sedikitnya tiga meter persegi. Madrasah Jenderal Sudirman memiliki ruang kelas yang cukup representative yaitu dengan ukuran 6 x 8 meter persegi.
Adapun menurut Oemar Hamalik (2001: 77), komponen-komponen pembelajaran meliputi tujuh aspek yaitu: (1) tujuan pendidikan dan pengajaran, (2) peserta didik atau siswa, (3) tenaga kependidikan khususnya guru, (4) perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum, (5) strategi pembelajaran, (6) media pembelajaran, dan (7) evaluasi pembelajaran.
Proses pembelajaran ditandai dengan adanya interaksi antara komponen. Misalnya komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen guru, metode/media, perlengkapan/peralatan, dan lingkungan kelas yang mengarah kepada pencapaian tujuan pembelajaran.
Sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1990: 216), berpendapat bahwa unsur-unsur atau komponen-komponen yang dapat mendukung kualitas pembelajaran, maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaiatan dengan berlangsungnya proses belajar tersebut terdiri atas 6 komponen, yaitu: guru, siswa, kurikulum, konteks, metode, dan sarana. nampaknya setiap unsur dapat dikatakan penting dan menentukan. Namun apabila dicermati lebih mendalam satu persatu unsur-unsur selain guru, yakni konteks, siswa, kurikulum, metode, dan sarana, tidak dapat menunjukkan peran yang berbeda tanpa mengubah posisinya, namun disisi lain guru yang profesional mampu mengubah, mengupayakan atau memanipulasi ke-5 (lima) variabel tersebut untuk kepentingan pembelajaran yang ia kehendaki.
• Guru, konteks, siswa, kurikulum, metode, media, sarana adalah unsur yang dapat berpengaruh kepada kualitas belajar dan pembelajaran.
• Guru merupakan satu-satunya unsur yang mampu mengubah unsur-unsur lain menjadi bervariasi. Sebaliknya unsur-unsur yang lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi.
• Guru merupakan unsur yang mempunyai peran amat penting bagi terwujudnya pembelajaran, menurut kualitas yang dikehendaki.
Menurut pandangan penulis, kedua pandangan tersebut jika dipahami lebih mendalam akan ditemukan persamaan-persamaan. Diantaranya istilah lingkungan pembelajaran menurut Soetopo dalam perspektif Arikunto disebut dengan istilah konteks, kemudian Arikunto juga tidak menyebutkan komponen evaluasi.
Kalau dicermati lebih jauh, komponen kurikulum yang dipakai oleh Arikunto mengisyaratkan adanya evaluasi, karena dalam perencanaan kurikulum pasti terdapat evaluasi. Istilah kurikulum oleh Soetopo dipecah menjadi dua yaitu materi dan evaluasi pembelajaran.
Penulis menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Soetopo yang menyatakan bahwa komponen pembelajaran mencakup (1) Siswa, (2) Guru, (3) Tujuan, (4) Materi, (5) Metode, (6) Sarana/Alat, (7) Evaluasi, dan (8) Lingkungan/konteks. Merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Dengan semakin maraknya sekolah unggul yang menerapkan metode Quantum Teaching and Learning (QTL) dalam pembelajaran, maka keberadaan delapan komponen sebagaimana yang dikemukakan oleh Soetopo menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dan dikesampingkan untuk mencapai kualitas pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.

REFERENSI;
  • A.M, Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
  • Hamalik,Oemar. Dr. Prof,2001, Proses Belajar Mengajar. Bandung:Balai Pustaka

Posted on Rabu, September 25, 2013 by Unknown

No comments

Selasa, 24 September 2013

SM Cetak - Berita Utama
25 September 2013

SUARA MERDEKA
JAKARTA - DPR mengancam tidak menyetujui anggaran ujian nasional (UN) selama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak mematuhi putusan hukum yang tertuang dalam amar putusan MA.
’’Kalau amar putusan hukum itu klir, DPR harus bersepakat bahwa anggaran ujian nasional untuk tidak disetujui,” ujar anggota komisi X DPR, Rohmani saat konvensi rakyat “Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Na­sio­nal”, di Gedung Joeang, Jakarta, kemarin.
 Seperti diketahui, tahun 2009 lalu MA telah mengeluarkan amar putusan tentang penyelenggaraan UN. Dalam amar tersebut disebutkan, “Memerintah­kan kepada para tergugat untuk me­ningkatkan kualitas guru, ke­leng­kapan sarana dan pra­sarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah di In­donesia, sebelum mengelurkan kebijakan pelaksanaan ujian nasional lebih lanjut”. Putusan MA tersebut menguatkan Pu­tusan Pengadilan Tinggi Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI, yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri  Nomor 228/Pdt.G/ 2006/PN.JKT.PST.
Dirinya menegaskan, seluruh masyarakat Indonesia harus taat terhadap putusan hukum yang ada. Untuk itu, pihaknya juga memiliki tanggung jawab untuk mendorong pemerintah guna melaksanakan keputusan hukum itu.
“Kalau amar putusan itu jelas UN itu cacat hukum, artinya DPR juga harus mematuhi hu­kum. Ketika DPR menyetujui anggaran, sama saja DPR tidak mematuhi amar putusan MA,’’ jelasnya.
Dikatakan, DPR memiliki hak anggaran. Untuk itu, harus tercipta kemauan politik bagi DPR untuk menahan atau melo­loskan anggaran UN tersebut. ’’Kalau DPR tidak setuju, tidak mungkin cair uang itu. Kami nanti ingin kepada teman-teman DPR setujui anggaran 2014 di Kemdikbud minus UN,’’ tegas Rohmani.
Pemerataan Mutu
Sementara itu, aktivis Koa­lisi Reformasi Pendidikian (KRP), Retno Listyarti mengatakan, pihaknya akan mengajukan judicial review atas Undang-Undang APBN 2014 yang saat ini masih disusun oleh DPR. Menurutnya, hal itu menjadi solusi terakhir untuk menggagalkan penyelenggaraan UN.
’’Putusan MA yang sudah inkrah itu akan kami jadikan landasan untuk mengajukan judisial review atas UU APBN ketika sudah diketok nanti. Kami harap dapat membatalkan anggaran yang khusus untuk penyelangaraan UN,’’ tegasnya.
Menanggapi hal itu, Roh­mani mengatakan, hal itu mungkin saja terjadi. “Itu mungkin  saja. Untuk anggaran masih ada peluang, karena UU APBN bia­ssanya rampung Desember,” imbuh Rohmani.
Praktisi pendidikan, Elin Driana, pemerintah selalu ber­alasan pelaksanaan UN untuk melakukan pemetaan. Akan tetapi, pemetaan secara nasional belum dapat terwujud jika belum tercipta pemerataan mutu dan kualitas pendidikan.
“Apa bisa mengukur mutu pendidikan dengan UN. Kalau bicara mutu itu keseluruhan, mulai dari sarana prasana, kualitas guru, standar isi, materi, bukan sekedar bicara lulusan,” tegasnya.
Dijelaskan, terdapat data yang menyebutkan bahwa sebanyak 75 persen sekolah di Indonesia belum mencapai standar mutu. “Artinya harus ada cara lain jika mutu belum tercapai,” imbuhnya.
Menurutnya, evaluasi dan penilaian tidak hanya sekadar angka, namun proses pembe­lajaran harus menjadi bagian penting. “Evaluasi itu diukur dari sebuah proses,” tambah Elin.
Pengamat pendidikan dari Ikatan Pendidikan Guru Indone­sia, Itje Chodidjah mengatakan, jika bicara evaluasi sekolah harus diberdayakan, karena penilaian merupakan bagian dari proses. Evaluasi itu untuk melakukan kontrol semuanya, bukan hanya siswa.
Dari perspektif pembelajaran, UN membunuh kreatifitas guru dan membodohkan sistem belajar mengajar. Pasalnya, siswa hanya difokuskan untuk mengisi soal tanpa mengembangkan nalar. (K32-90)

Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments

 Presiden Resmikan Tol Bali Mandara
 Selasa, 24 September 2013
Tempo.com
NUSA DUA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai Benoa, Bali, kemarin. Ia memberi nama jalan bebas hambatan itu sebagai Jalan Tol Bali Mandara. "Bali Mandara, Bali yang agung. Bali yang maju, aman, damai, dan sejahtera," kata Yudhoyono ketika meresmikan jalan tol itu.


Jalan Tol Bali Mandara, menurut Yudhoyono, akan menjadi daya tarik khusus bagi wisatawan. Selain itu, kata dia, jalan tol Bali Mandara akan menjadi ikon wisata baru di Bali. "Jalan tol ini juga menjadi sarana pendukung KTT APEC yang akan diselenggarakan pada Oktober mendatang," kata Presiden.


Presiden ditemani Ibu Negara Ani Yudhoyono dan Gubernur Bali menjadi pengguna pertama jalan tol tersebut. Mereka membayar tol dengan menggunakan E-Toll Card. Jalan tol sepanjang 12,5 kilometer ini dibangun dengan biaya sekitar Rp 2,4 triliun.


Setelah peresmian, jalan tol akan digratiskan selama sepekan sebagai masa uji coba bagi masyarakat. Selanjutnya, pemberlakuan tarif resmi akan dimulai pada 1 Oktober. Rinciannya, sepeda motor dikenai Rp 4.000, kendaraan pribadi Rp 10 ribu, kendaraan truk bergardan dua Rp 15 ribu, kendaraan bergardan tiga Rp 20 ribu, kendaraan bergardan empat Rp 25 ribu, dan kendaraan bergardan lima dikenai tarif Rp 30 ribu.


Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan pembangunan jalan tol itu antara lain untuk mengurangi kemacetan, mendukung fasilitas transportasi dan pariwisata, mempermudah akses yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan, mempermudah akses pusat kegiatan, mempermudah akses ke Bandara Ngurah Rai, mendorong mobilitas barang dan jasa, serta menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah.


Menurut Djoko, tol itu dibangun oleh tenaga kerja Indonesia, teknologi Indonesia, dan pembiayaan dalam negeri. "Bisa untuk kendaraan roda empat dan roda dua dengan jalur terpisah." PUTU HERY | ANTARA 

Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments


A.W.W
Describe a picture below with your own word !!!
at least/minimal fifty words on folio paper.
this assignment must be collected at Thursday, 3 October 2013
your most handsome English teacher;
Mr. Faishol

Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

1 comment


A.W.W
Describe a picture below with your own word !!!
at least/minimal fifty words on folio paper.
this assignment must be collected at Wednesday, 2 October 2013
your most handsome English teacher;
Mr. Faishol

Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments

1.      Teori Behavorisme
Teori belajar Behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran Behaviorisme. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori Behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori Behaviorisme belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

2.      Teori Kognitivisme
Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat sesesorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami not-not balok pada partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Selain itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan pengamatan secara keseluruhan lebih dahulu, menganalisisnya, lalu mensintesiskannya kembali. Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery learning oleh Jeron Bruner, dan reception learning oleh Ausubel. (Thobroni, Mustofa. 2011).

3.      Teori Konstruktivisme
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.


REFERENSI

Gage, Berliner, 1984.Educational Psychology. Fourth Edition. USA: houghton Mifflin Company
Thobroni, Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik
Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts:
Allyn & Bacon Publishers.



Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments

Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments

A.W.W
Describe a picture below with your own word !!!
at least/minimal fifty words on folio paper.
this assignment must be collected at tuesday, 1 October 2013
your most handsome English teacher;
Mr. Faishol



Posted on Selasa, September 24, 2013 by Unknown

No comments

Senin, 23 September 2013


KURIKULUM 2013,SIAPKAH KITA?
A.    KONDISI PROBLEMATIKA KURIKULUM 2006 – SEKARANG
1.       Konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak.
2.       Kurikulum belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.
3.       Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
4.       Beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum.
5.       Kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
6.       Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
7.       Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (sikap, keterampilan, dan pengetahuan) dan belum tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8.       Dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.

B.    KESENJANGAN KURIKULUM SAAT INI DENGAN KONSEP IDEAL
NO
KURIKULUM SEKARANG
KURIKULUM IDEAL
1
Konsep Lulusan

-          Belum sepenuhnya menekankan pendidikan karakter
-          Belum menghasilkan Keterampilan sesuai kebutuhan
-          Pengetahuan-pengetahuan lepas
-          Berkarakter mulia
-          Keterampilan yang relevan
-          Pengetahuan-pengetahuan terkait
2
Materi Pembelajaran

-          Belum relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan
-          Beban belajar terlalu berat
-          Terlalu luas, kurang mendalam
-          Relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan
-          Materi esensial
-          Sesuai dengan tingkat perkembangan anak
3
Proses Pembelajaran

-          Berpusat pada guru (teacher centered learning)
-          Sifat pembelajaran yang berorientasi pada buku teks
-          Buku teks hanya memuat materi bahasan
-          Berpusat pada peserta didik (student centered active learning)
-          Sifat pembelajaran yang kontekstual
-          Buku teks memuat materi dan proses pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan
4
Penilaian

-          Menekankan aspek kognitif
-          Test menjadi cara penilaian yang dominan
-          Menekankan aspek kognitif, afektif, psikomotorik secara proporsional
-          Penilaian test dan portofolio saling melengkapi
5
Pendidik dan Tenaga Kependidikan

-          Memenuhi kompetensi profesi saja
-          Fokus pada ukuran kinerja PTK
-          Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal
-          Motivasi mengajar
6
Pengelolaan Kurikulum

-          Satuan pendidikan mempunyai kebebasan dalam pengelolaan kurikulum
-          Masih terdapat kecenderungan satuan pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah
-          Pemerintah hanya menyiapkan sampai standar isi mata pelajaran
-          Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan
-          Satuan pendidikan mampu menyusun kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah
-          Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman




C. ALASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
NO
ALASAN PENGEMBANGAN
1
TANTANGAN MASA DEPAN

a.       Masalah lingkungan hidup
b.      Kemajuan teknologi informasi
c.       Konvergensi ilmu dan teknologi
d.      Ekonomi berbasis pengetahuan
e.      Kebangkitan industri kreatif dan budaya
f.        Pergeseran kekuatan ekonomi dunia
g.       Pengaruh dan imbas teknosains
h.      Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan
2
KOMPETENSI MASA DEPAN

a.       Kemampuan berkomunikasi
b.      Kemampuan berpikir jernih dan kritis
c.       Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan
d.      Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggungjawab
e.      Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda
f.        Kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal
g.       Memiliki minat luas dalam kehidupan
h.      Memiliki kesiapan untuk bekerja
i.         Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya
j.        Memiliki rasa tanggungjawab terhadap lingkungan
3
FENOMENA NEGATIF

a.       Perkelahian pelajar
b.      Narkoba
c.       Korupsi
d.      Plagiarisme
e.      Kecurangan dalam Ujian
f.        Gejolak masyarakat (social unrest)
4
PERSEPSI MASYARAKAT

a.       Terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif
b.      Beban siswa terlalu berat dan Kurang bermuatan karakter

C.     ELEMEN PERUBAHAN SMP

ELEMEN
DESKRIPSI SMP
Kompetensi Lulusan
Adanya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Kedudukan Mata Pelajaran
Kompetensi yang semula diturunkan dari matapelajaran berubah menjadi matapelajaran dikembangkan dari kompetensi.
Pendekatan
Kompetensi dikembangkan melalui mata pelajaran
Struktur Kurikulum
•TIK menjadi media semua matapelajaran
•Pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler
•Jumlah matapelajaran dari 12 menjadi 10
•Jumlah jam bertambah 6 JP/minggu akibat perubahan pendekatan pembelajaran
Proses Pembelajaran
•Standar proses yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta.
•Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat
•Guru bukan satu-satunya sumber belajar.
•Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan
•IPA dan IPS masing-masing diajarkan secara terpadu
Penilaian
•Penilaian berbasis kompetensi
•Pergeseran dari penilain melalui tes [mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja], menuju penilaian otentik [mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil]
•Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal)
•Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL
•Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian
Ekstrakurikuler
•Pramuka (wajib)
•OSIS
•UKS
•PMR
•Dll
•Perlunya ekstra kurikuler partisipasi aktif siswa dalam permasalahan kemasyarakatan (menjadi bagian dari pramuka)

Posted on Senin, September 23, 2013 by Unknown

No comments